Uang Kertas Biang Krisis?
Untuk memasarkan Dinar, para penggiat mata uang ini menjamin Dinar tidak akan mengalami inflasi. Padahal, tahukah Anda, sejarah membuktikan, pernah terjadi inflasi yang sangat parah di masa ketika masyarakat masih menggunakan Dinar dan Dirham.
Ustad Dr. Muhammad Arifin Badri
Saat ini umat manusia di belahan dunia mana pun dihantui makhluk mengerikan yang sebut inflasi. Harga-harga barang terus menerus meningkat dan di saat yang sama nilai tukar mata uang mereka tiada hentinya melemah. Kondisi ini tentu merusak kemakmuran hidup masyarakat, terlebih bila berkepanjangan. Riset dan diskusi telah banyak dilakukan para pakar ekonomi, dan mereka juga telah mengusulkan solusi guna mengatasi kondisi ini. Walau demikian, hingga saat ini ekonomi masyarakat dunia terus memburuk akibat inflasi.
Mengapa Terjadi Inflasi?
Ditinjau dari penyebabnya, inflasi bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya:
Pertama, banjir uang yang merupakan alat transaksi di pasar sehingga mengakibatkan permintaan terhadap barang meningkat. Dan sebagai dampak logisnya nilai tukar uang terus merosot dan turun. Banyak faktor yang mengawali terjadinya banjir likuiditas, di antaranya lemahnya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang. Spekulasi para pelaku ekonomi di sektor industri keuangan juga turut menyebabkan terjadinya ledakan jumlah uang di pasar.
Kedua, kelangkaan barang saat permintaan relatif stabil atau bahkan meningkat. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan dapat memicu kenaikan harga, sebagai konsekuensi logis dari hukum permintaan-penawaran. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal, semisal bencana alam, kelangkaan bahan baku, aksi penimbunan dan lainnya. Sebagaimana faktor kelancaran distribusi juga mempengaruhi tercapainya keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Mungkinkah Nilai Tukar Dinar-Dirham Melemah?
Bila Anda cermati, adanya kenaikan harga suatu barang atau mayoritas barang bukanlah fenomena aneh. Harga barang dipengaruhi perbandingan jumlah permintaan dan penawaran yang tidak sebanding. Di saat stok barang menipis, secara alami harga barang naik. Sebaliknya, kala stok barang melimpah, nilai jualnya merosot. Hanya saja, yang tidak wajar, bila naiknya harga barang berkepanjangan, sehingga menimbulkan keresahan. Dalam sejarah Islam, kondisi ini biasanya terjadi karena paceklik atau peperangan berkepanjangan. Akibatnya, produksi barang kebutuhan masyarakat terhambat, sedangkan kebutuhan mereka seringnya tidak dapat ditunda. Dampaknya, nilai tukar uang melemah dan stabilitas ekonomi terganggu.
Imam Ibnu Katsir mengisahkan, pada 434 H terjadi paceklik dan wabah penyakit di kota Baghdad. Saking parahnya, sampai-sampai masyarakat setempat memakan bangkai, kucing, dan anjing. Bahkan demi mempertahankan hidup, banyak orang rela menjual tanah dan rumahnya dengan beberapa potong roti. (Al-Bidayah Wa An-Nihayah, 11/211). Kemudian, pada 462 H terjadi hal serupa di negeri Mesir. Sampai-sampai seekor anjing dijual seharga 5 Dinar. (Al Bidayah Wa An Nihayah 12/99)
Dua fakta sejarah tersebut merupakan bukti nyata bahwa kenaikan harga barang dan hancurnya daya beli mata uang dapat saja terjadi pada mata uang Dinar dan Dirham. Hanya saja biang terjadinya kondisi semacam ini biasanya faktor-faktor di luar kuasa manusia. Walau demikian, bukan berarti Dinar dan Dirham benar-benar terbebas dari pengaruh kenakalan sebagian pedagang.
Penimbunan barang atau monopoli suatu kebutuhan masyarakat, dapat saja menjadikan harga barang membumbung tinggi dan nilai tukar mata uang melemah. Wajar bila dalam syariat islam, praktek monopoli atau penimbunan barang dengan tujuan menjadikan stok barang menjadi langka di pasaran adalah perbuatan yang terlarang. “Barang siapa menimbun barang, maka ia telah berbuat kesalahan (dosa).” (HR. Muslim)
Sebagaimana praktek perdagangan Dinar dan Dirham yang tidak mengindahkan kaedah syariat, tentu saja dapat memicu terjadinya riba dan inflasi. Islam telah menentukan bahwa pertukaran mata uang harus dilakukan setaca tunai sehingga terjadi serah terima fisik secara utuh tanpa ada yang tertunda sedikit pun.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak,gandum dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dengan sya’ir, korma dengan korma, dan garam dengan garam, harus sama dalam (takaran/timbangan) dan (dibayar dengan) kontan. Barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba. Dosa penerima dan pemberi tambahan sama besarnya.” (HR. Muslim).
Beda Inflasi Dinar dan Inflasi Uang Kertas
Walaupun uang Dinar dan kertas sama-sama bisa mengalami penurunan nilai tukar, namun terdapat tiga perbedaan mendasar antara penurunan di antara keduanya.
- Nilai tukar uang Dinar berasas pada bahan bakunya, sehingga nilai tukarnya bersifat permanen dan kokoh. Fakta ini menjadikan Dinar jauh dari pengaruh opini pelaku pasar yang bisa saja benar dan bisa juga tidak. Dengan demikian, nilai tukar Dinar sulit untuk dipermainkan oleh para spekulan sektor industri keuangan. Berbeda dengan nilai tukar uang kertas yang terletak pada kepercayaan masyarakat. Para spekulan industri keuangan lebih leluasa untuk merekayasa kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai tukar suatu mata uang.
- Pedagang dapat saja melakukan beberapa ulah nakal. Misalnya, dengan menimbun barang. Sehingga harga barang kebutuhan masyarakat menjadi mahal. Walau demikian, dampak penimbunan hanya terjadi dalam skala sempit. Adapun nilai tukar Dinar atau nilai jual barang lain tetap stabil. Karena itu terbukti harga jual emas sepanjang sejarah seakan tidak pernah berubah. Kalaupun terjadi perubahan, sejatinya perubahan itu terjadi pada nilai jual mata uang kertas yang Anda gunakan untuk membeli emas.
- Ruang perdagangan mata uang Dinar lebih sempit. Terlebih bila Dinar menjadi mata uang global. Dengan demikian, ruang gerak para spekulan yang hobi mengambil keuntungan pribadi benar-benar terbatas.
Karena itu, ketika krisis ekonomi global melanda mayoritas negara, para pakar ekonomi mengusulkan adanya satu mata uang global yang diterima di seluruh negara. Tentu yang paling tepat menjadi mata uang global ialah Dinar atau Dirham.
Semoga paparan ini membuka sudut pandang Anda tentang syariat islam dalam hal keuangan. Islam lebih menekankah pada metode dan bukan pada bahan baku, bentuk atau hal-hal serupa lainnya. Karena itu, hadis yang saya sebutkan dengan gamblang menggambarkan bahwa praktek riba bisa saja terjadi pada mata uang Dinar dan Dirham. Ini bukti nyata bahwa biang utama permasalahan keuangan terletak pada metode dan perilaku masyarakat dan bukan pada fisik mata uang atau bahan bakunya. Wallahu Ta’ala a’alam bis shawaab. (PM)
Pull-Quote:
Imam Ibnu Katsir: Pada 434 H terjadi paceklik dan wabah penyakit di kota Baghdad. Saking parahnya, sampai-sampai masyarakat setempat memakan bangkai, kucing, dan anjing. Fakta sejarah ini atas membuktikan kenaikan harga barang dan hancurnya daya beli mata uang dapat saja terjadi pada mata uang Dinar dan Dirham.
Ketika krisis ekonomi global melanda mayoritas negara, para pakar ekonomi mengusulkan adanya satu mata uang global yang diterima di seluruh negara, yaitu Dinar dan Dirham.
PengusahaMuslim.com
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK